Tante Dewi dalam perjalanan pulang dari tempat ia bekerja terpaksa berteduh karena dia tidak membawa jas hujan. Tante Dewi berteduh di sebuah bangunan yang belum jadi namun sudah beratap. Setelah menyandarkan motornya Tante Dewi mencari tepat duduk dan ternyata ada sebuah kursi panjang. Pakaian yang dikenakan suadah basah semua, Tante Dewi sebelumnya berniat untuk tidak berteduh namun karena hujannya semakin lebat dan disertai angin dan petir maka ia memutuskan untuk berteduh, walaupun dalam hatinya cemas karena hari sudah menjelang gelap namun tanda-tanda hujan akan reda belum muncul.
Belum lama duduk datang seorang pemuda tanggung yang juga akan berteduh. Setelah menyandarkan Tiger yang dipakainya, pemuda itu cepat-cepat masuk ke bangunan yang belum jadi tersebut. Tante Dewi pertama agak khawatir dengan pemuda tersebut namun akhirnya kekhawatirannya akhirnya hilang karena melihat penampilannya juga keramahannya. Tante Dewi melempar senyum dibalas dengan senyum oleh pemuda tersebut.
Pemuda tanggung tersebut berkulit putih bersih dan wajah yang diakui oleh Tante Dewi memang tampan. Pemuda tersebut duduk di kursi panjang agak berjauhan letaknya dengan Tante Dewi.
“Cuma sendirian Bu?” pemuda tersebut memulai pembicaraan.
“Iya Dik” Tante Dewi menjawab.
“Adik dari mana?” lanjutnya.
“Dari rumah teman, sedang Ibu sendiri dari mana?” pemuda itu menyambung.
“Dari tempat kerja Dik” Tante Dewi menjawab.
“Koq sampai sore Ibu, memang tidak dijemput oleh suami atau putra Ibu?” pemuda tersebut kembali bertanya.
“Ndak Dik.. walau udah tua Ibu berusaha sendiri lagian anak-anak Ibu udah berkeluarga semua” Tante Dewi menyahut.
“Eh Adik masih kuliah kelihatannya, nama Adik siapa biar enak kalau manggilnya” lanjut Tante Dewi, walau dalam hatinya dia agak bingung kenapa harus bertanya namanya.
“Iwan Ibu, masih kuliah semester pertama, nama Ibu?” jawab pemuda tersebut.
“Misye” jawab Tante Dewi.
“Ibu umurnya berapa koq ngakunya sudah tua?” Iwan bertanya.
“Udah hampir limapuluh Dik Iwan” jawab Tante Dewi.
“Koq masih keliatan lebih muda dari usia Tante Dewi lho?” lanjut Iwan.
Pembicaraan terhenti sebentar. Baju yang dipakai oleh Tante Dewi yang basah secara jelas mencetak buah dadanya yang sekal terbungkus oleh BH hitam yang keliatan sangat menantang di usianya. Rambutnya yang teruarai lurus sebahu tampak basah juga. Kulitnya yang putih tampak titik air yang masih membasahinya. Iwan terus memandangi tubuh yang Tante Dewi.
“Tubuh Ibu masih bagus lho, Tante Dewi tentu sangat bisa merawat tubuh” tiba-tiba Iwan memecah kesunyian.
Tante Dewi agak kaget dengan pertanyaan Iwan. Dia agak tersinggung dengan pertannyan itu apalagi mata Iwan yang tidak lepas dari dadanya. Anak ini ternyata agak kurang ajar.
Belum lagi keterkejutannya hilang, Iwan berkata lagi, “Tentu suami Ibu sangat sengan dengan istri yang secantik dan semolek Tante Dewi” Iwan berkata sambil meremas-remas kemaluannya yang masih dibungkus celananya.
Melihat situasi yang kurang baik itu, Tante Dewi tidak menjawab, dia langsung berdiri menuju ke motornya walaupun hujan tampaknya semakin menjadi-jadi. Namun tangan Iwan lebih dulu menyahut tangan Tante Dewi. Tante Dewi semakin marah.
“Kau mau apa haa?” hardiknya.
“Hujan masih lebat, sedang kita cuma berdua.. saya menginginkan Ibu” sahut Iwan dengan santainya sambil merangkul Tante Dewi dari belakang.
“Menginginkan apa?” Tante Dewi agak berteriak sambil berusaha melepaskan pelukan Iwan.
“Menginginkan tubuh Ibu..” Iwan berkata sambil tangannya beraksi menggerayangi tubuh Tante Dewi dari belakang.
“Jangan Dik Iwan.. apa kamu nggak merasa umurku.. sebaya dengan ibumu” Tante Dewi berusaha untuk mengingatkan.
“Justru itu saya suka” Iwan menyahut.
Tangan kirinya merangkul Tante Dewi dari belakang, tangan kananya berusaha menyingkap rok yang dipakai Tante Dewi setelah tersingkap ke atas Iwan mengeluarkan penisnya yang sudah keras berdiri. Tak ketinggalan CD yang dipakai oleh Tante Dewi dipelorotkan ke bawah.
Tangan Iwan meraba-raba memek Tante Dewi yang ditumbuhi oleh jembut yang rimbun. Jarinya berusaha masuk ke lubang kenikmatan Tante Dewi.
“Dik Iwan.. To.. long.. hentika.. ka.. ka.. ka.. mu nggak se.. harusnya mela.. kuka.. ini.. Dik Iwan Iwan..” Tante Dewi berusaha mengingatkan lagi dengan terbata-bata.
“Ah.. Jangan.. Dik Iwan.. Ibu.. sudah tua.. ingat..” tambahnya lagi.
Iwan tidak menggubris kata-kata Tante Dewi jarinya sudah masuk ke vagina Tante Dewi dan bermain-main di dalamnya. Kemudian Iwan berusaha membalikkan tubuh Tante Dewi, setelah itu dengan kasar Iwan mendorong tubuh molek itu sehingga jatuh terjerebab ke tanah. Dengan posisi duduk mengkangkang Tante Dewi berusaha bangkit lagi dari duduknya. Pahanya yang mulus tersingkap sampai ke pangkalnya. Pakaian bagian atas acak-acakkan tampak sebagian kutang warna hitam yang seolah tak mampu menahan volume buah dada indah Tante Dewi.
Belum sempat berdiri Iwan berkata sambil melepaskan celana dan bajunya, “Tante Dewi, anda berteriakpun tak akan ada orang yang mendengar.. tempat ini agak jauh dari rumah penduduk sebaiknya Tante Dewi tidak usah macam-macam”
“Aku tak kan sudi melayani kamu.. anak muda” Tante Dewi setengah berteriak.
“Sudah jangan banyak bicara lepaskan pakaianmu.. cepat.. daripada aku menyakiti Ibu” sahut Iwan sambil melepaskan celana dalamnya, tampak batang kontolnya yang sudah mengacung keras.
Airmata Tante Dewi mulai berlinang. Dia merasa sangat ketakutan dan galau hatinya. Dia merasa tak berharga dihadapan anak muda yang pantas menjadi anaknya. Dia juga merasa menyesal berteduh di tempat itu, dia merasa juga menyesali pakaian kerja yang sering ia kenakan. Rok yang terlalu tinggi dan baju yang transparan yang memperlihatkan BHnya yang seakan tidak muat menahan buah dadanya, sehingga membuat para lelaki yang menatapnya seolah menelanjanginya. Namun dalam hatinya berkata juga bahwa baru sekarang dia melihat kemaluan lelaki yang besar, ****** suaminya tidak sebesar itu. Darahnya berdesir kencang.
Belum hilang keterpanaannya sudah dikejutkan oleh suara Iwan lagi, “Cepatt! Sudah nggak tahan nih..”
Karena dilanda ketakutan, dengan perlahan tangan Tante Dewi melepas satu persatu kancing bajunya. Tampaklah payudaranya yang dibungkus oleh BH hitam.
“Cepat lepas kutangmu!” bentak Iwan.
Dalam hati Tante Dewi berkata anak muda memang nggak sabaran. Setelah melepas BHnya, tumpahlah payudara Tante Dewi yang masih tampak sekal dan menggairahkan, puting susunya yang coklat kehitam-hitaman tampak menantang sekali.
Iwan jongkok di dekat Tante Dewi tangannya mulai menggerayangi payudara Tante Dewi.
“Uh.. ah.. ah..” rintih Tante Dewi ketika tangan Iwan memilin milin putingnya.
Tidak puas memilin-milin mulut Iwan mulai mendarat di pucuk anggur itu. Lidahnya menari-nari dan ketika dihisap keras-keras Tante Dewi hanya bisa menggigit bibir bagian bawah dan memejamkan matanya. Setelah puas dengan buah dada Tante Dewi Iwan bangkit kemudian mendekatkan kontolnya yang besar tersebut ke mulut wanita paruh baya yang lemah itu.
“Hisap.. Tante Dewi” perintahnya.
“Cepatt!” bentak Iwan ketika Tante Dewi belum juga melakukan apa yang ia kehendaki.
Akhirnya Tante Dewi mengulum batang zakar. Pertama dia melakukan hampir saja dia muntah karena selama hidupnya dia baru melakukan beberapa kali dengan suaminya. Tante Dewi seakan tidak percaya apa yang dia lakukan sekarang, dia di tempatnya bekerja adalah orang yang dihormati sedang di kampungnya dia juga orang yang disegani Ibu-Ibu. Namun pada saat ini dia sedang melakukan hal yang jorok hingga tentu kehormatannya sebagai wanita hilang sama sekali.
Iwan dengan kasar memaju mundurkan kontolnya sehingga terdengar suara nyaring menggairahkan. Setelah puas Iwan bangkit lagi kemudian di mengambil posisi ditengah-tengah di antara kaki mulus Tante Dewi.
Sambil mengelus-elus kontolnya yang sudah sangat keras, Iwan berkata, “Tante Dewi lebarkan lagi agar lebih mudah”
Hal yang sangat mendebarkan bagi Tante Dewi akan terjadi dengan perlahan Tante Dewi membuka lebar kakinya sehingga tampaklah memeknya yang tampak merekah dengan bibirnya yang agak menggelambir. Perlahan dan pasti Iwan menuntun kontolnya memasuki lobang kenikmatan Tante Dewi. Iwan merasakan kehangatan memek Tante Dewi dan kekencangannya seakan meremas rudal Iwan. Sebaliknya Tante Dewi yang sedari tadi dengan berdebar menantikan hal tersebut seakan terhenti detak jantungnya ketika ia mulai ditusuk oleh anak muda ini. Seakan merobek barang paling berharga yang dimilikinya.
Ketika Iwan mulai mempercepat genjotannya tampaknya Tante Dewi juga sudah mulai melambung ke awan. Sementara diluar hujan seakan belum mau berhenti. Iwan semakin mempercepat genjotannya. Buah dada Tante Dewi tergoncang-goncang kesana-kemari. Tante Dewi yang semula pasif sedikit memberi perlawanan dengan menggoyangkan pantatnya. Tangannya mengepal memukul lantai, kepalanya bergoyang menahan hawa birahi yang semakin meninggi.
Akhirnya Tante Dewi tidak kuat menahan cairan yang semula ia bendung-bendung, lobang memek Tante Dewi mengerut kencang ketika dia mencapai puncak. Tante Dewi malu kenapa dia bisa orgame padahal ia tidak menginginkan itu. Yang lebih membuat dia bertambah malu adalah Iwan seakan mengetahui hal tersebut. Iwan tersenyum sambil terus mempercepat genjotannya. Dalam hatinya dia berkata ternyata kau juga merasakan kenikmatan juga. Dan tampaknya Iwan juga akan sampai ke puncak. Dan terdengar lenguhan panjang Iwan ketika batang kontolnya ia tancapkan dalam-dalam sambil merangkul erat Tante Dewi keluarlah cairan sperma membanjiri lobang memek Tante Dewi.
Iwan terkulai lemas diatas tubuh telanjang Tante Dewi jiwa mereka seolah melayang sejenak.
Setelah itu Iwan bangkit dan mengambil pakaiannya sambil berkata, “Tante Dewi berpakaianlah, tampaknya hujan sudah mulai reda, memek Ibu ueenak sekali, terima kasih ya Tante Dewi”.
Tante Dewi menatap Iwan dalam hatinya bercampur antara marah, gundah, galau. Namun satu hal yang dia tidak pungkiri bahwa dia juga menikmati perkosaan yang dilakukan Iwan.
Akhirnya Tante Dewi memunguti pakaian kemudian mengenakannya kembali. Mereka berjalan ke arah motor mereka tanpa bersuara.
Tampaknya hujan sudah reda. Tante Dewi menghidupkan mesin motornya, namun ia dihentikan lagi oleh Iwan.
Iwan berkata, “Tante Dewi saya minta maaf akan kelancangan saya, saya tidak bisa menahan gejolak nafsu saya..”
Tante Dewi tak menjawab. Ia hanya menatap wajah Iwan dengan mata yang berkaca-kaca. Iwan diam kemudian Iwan mendekatkan wajahnya dan ciuman hangat ia daratkan ke bibir Tante Dewi. Pertama Tante Dewi diam namun akhirnya Tante Dewi membalas ciuman tersebut. Lidah mereka saling bertautan. Sejenak kemudian Tante Dewi tersadar dan melepaskan ciuman tersebut kemudian melajukan kendaraannya.
Iwan hanya terdiam terpaku kemudian menaiki kendaraannya ke arah yang berlawanan. Tante Dewi menerobos hujan rintik-rintik dengan perasaan yang sebenarnya terpuaskan.
1 komentar:
wewew....,
kalo gini, saya juga bisa.
Siapa yang mau saya perkosa.., dijamin kayak tante Dewi.
Kontolku ndak kecil-kecil amat, kata isteriku lumayan, 15 cm.
Posting Komentar